NITA, GADIS PENGGIAT LITERASI ACEH BARAT DAYA

 

Nita Juniarti, pendiri TBM Sigupai Mambaco. (Dok. Pribadi: Siti Riffa Resa)

Gadis yang berpikir bijak dan giat, itulah deskripsi yang cocok untuk disematkan kepada Nita Juniarti. Nita, begitu ia sehari-harinya disapa, merupakan salah satu tokoh inspiratif pemuda Aceh Barat Daya (Abdya) yang lahir pada 9 Juni 1993 di Desa Tengah Rawa, Kabupaten Aceh Barat Daya. Lahir dari keluarga yang sederhana -sangat sederhana-, tak menyurutkan semangat gadis ini menggantungkan asa setinggi-tingginya. Ia berhasil meraih gelar sarjana humaniora dari kampus kenamaan Aceh, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Kini, gelar S.Hum. tersemat di namanya menjadikan ia seorang pemuda yang berdaya.

Gadis kelahiran tanah Breuh Sigupai ini berinisiatif membangun sebuah tempat baca untuk anak-anak di kampungnya dengan sukarela, tanpa biaya apapun di rumahnya. Nita terinspirasi untuk membangun tempat baca saat ia berada di kepulauan Sulawesi untuk tugas abdinya. Saat itu, ia menjadi relawan pengajar muda dari Indonesia Mengajar di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Momen yang memotivasi Nita seumur hidup adalah ketika ia menghampiri salah satu rumah warga di kampung ia bertugas. Sepasang suami istri menjadikan teras rumahnya sebagai tempat membaca untuk anak-anak di kampung itu. Keluarga ini merupakan satu-satunya keluarga yang memiliki anak bergelar sarjana sehingga mereka berinisiatif untuk membantu pendidikan anak-anak yang putus sekolah di sana.

Pada saat itu Nita berpikir “Saya sudah sarjana, tapi belum bisa berbuat apa-apa untuk kampung saya?” Pada akhir 2017, ia kembali ke tanah kelahirannya lalu merintis lapak buku Sigupai Mambaco  pada 7 Januari 2018 di depan rumahnya. Ketika Sigupai Mambaco dirintisnya, ada banyak orang yang mendukung gerakan ini. Pun begitu, tidak sedikit pula rintangan menghadang usahanya. 

Nita dengan TBM yang dirintisnya, Sigupai Mambaco. (Dok. Pribadi: Siti Riffa Resa)

Ada satu peristiwa yang menjadikan Nita bulatkan tekadnya untuk terus membangun Sigupai Mambaco. Sebuah peristiwa yang begitu terekam dalam ingatannya. “Pada tahun 2020 yang lalu, pandemi COVID-19 sedang marak terjadi kan, gerobak buku Sigupai Mambaco rusak. Lalu, waktu lebaran, ada lima orang anak kampung saya, SD mereka, datang ke rumah saya dan meminta saya untuk memperbaiki gerobak yang rusak karena mereka sudah lama tidak membaca. Di situ saya bilang, “Sabar ya. Nanti kalau saya punya uang, saya akan perbaiki gerobaknya.” Tiba-tiba, mereka memberikan saya amplop yang berisi uang senilai Rp35.000,00 dan lari. Mereka bilang, “Tolong diperbaiki ya Kak.” Setelah itu, saya berpikir ketika saya tidak buka, ternyata ada anak-anak yang membantu,” ujar Nita mengingat kembali momen terbaik itu.

Ibarat berlayar di lautan, tak mungkin badai tak menghadang, begitu juga dengan apa yang dirintis Nita. Ada kendala yang ia hadapi. Fasilitas Sigupai Mambaco yang belum memadai, juga keterbatasan lapak membaca bagi pengunjung. Begitulah. Saat ini, anak- anak belajar dan membaca di depan teras rumahnya yang berlantaikan semen dan bebatuan yang dialasi terpal. Akan tetapi, hal yang mengundang decak kagum selalu hadir. Makin banyak anak-anak yang datang ibarat rumput yang tumbuh di dalam bebatuan.

Membaca dapat membuat kita pada pendidikan yang lebih baik dan memberi manfaat bagi orang lain. Jangan pernah menjadi layang-layang di kampung sendiri tetapi terbanglah setinggi-tingginya. Begitulah pesannya untuk generasi bangsa. **

 

**Sebuah teks cerita inspiratif  karya siswa-siswi MTsN 1 Aceh Barat Daya: Moetia Ulfa Yasir, Naurah Putriansyah, Dhea Shakila, Rizki Maulana, Rifa Erianti, Inaya Fariha Rusda

Komentar

  1. Widih Buk Rifa Punya website

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, kita mulai dari blogsite dulu Fathanul. Yuk, gabung! Menulis buat berkarya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer