Bank Sampah Sari Sigupai Bersih, Solusi Pintar untuk Lingkungan Aceh Barat Daya



Foto 1. Spanduk nama Bank Sampah Sari Sigupai Bersih

Sudah beberapa hari ini, hujan lebat terus mengguyur Aceh Barat Daya dan sekitarnya. Namun, cuaca hari ini berbeda. Langit sorenya masih tetap cerah, tidak menunjukkan tanda-tanda akan menumpah kubik-kubik air ke bumi. Memantapkan maksud saya untuk menjumpai seseorang segera. Tepat pukul 16.00 WIB, saya melaju dengan sepeda motor menuju sebuah rumah yang tak biasa di Desa Geulumpang Payong, Blangpidie. Tak biasa karena di rumah ini terdapat sebuah bank sampah sederhana. Bank Sampah Sari Sigupai Bersih (BSSSB), begitulah namanya. Dirintis oleh seorang perempuan yang sejatinya telah cinta pada lingkungan sejak lama. Cut Sari Aminah (38 tahun) mulai mendirikan bank sampah ini sejak September 2017 yang lalu. Bank sampah ini ia rintis demi tujuan yang mulia agar lingkungan Aceh Barat Daya bersih dan bebas sampah. Ia melihat perkara sampah telah lama menggerogoti Aceh Barat Daya terutama pada perilaku manusianya.
Kak Cut, begitulah ia sering disapa, mengakui kalau bank sampah ini masih seumur jagung dan perjalanannya masih naik turun. Setelah menamatkan studi pendidikan S2-nya di Universitas Diponegoro, Semarang, ia kukuh ingin mendirikan sebuah bank sampah di Aceh Barat Daya. Menurut perempuan yang menyelesaikan studi pascasarjana di ilmu lingkungan ini, permasalahan sampah di Aceh Barat Daya telah menjadi masalah yang tak surut-surut. Kebiasaan masyarakat menimbun sampah di sembarang tempat, membuangnya di sungai dan kali telah menjadi perilaku harian. Padahal, masih banyak orang yang memanfaatkan air sungai dan kali untuk berbagai keperluan, terutama ibu-ibu. Kehadiran bank sampah ini ditargetkan Kak Cut dapat menjadi pionir bagi masyarakat untuk memulai perilaku hidup bersih dengan ikut menabung di bank sampah. 
”Sasaran utama dari Bank Sampah Sari Sigupai Bersih ini anak-anak ya. Kayak di Jepang, semua perubahan banyak dimulai di kalangan anak-anak. Anak-anak ini yang nantinya akan mengajak orang-orang dewasa, ibu, ayahnya,” jelas Kak Cut.

Berawal dengan sosialisasi yang hanya dihadiri enam warga di Desa Geulumpang Payong, ia menginformasikan bagaimana rupa bank sampah itu dan manfaat yang bisa diperoleh warga dengan menabung di bank sampah. Banyak respon positif yang ia terima dan tak sedikit pula yang pesimis menanggapinya. “Begitulah ya, sedikit demi sedikit kita coba ubah pola pikir masyarakat. Kalau tidak bisa disasar langsung para orang tua, kita coba di anak-anaknya,” ungkap Kak Cut.
            Hingga saat ini, nasabah yang telah terdaftar di Bank Sampah Sari Sigupai Bersih berjumlah 8 orang. Semuanya adalah anak-anak usia sekolah dasar usia 6-12 tahun, laki-laki dan perempuan. Jumlah nasabah boleh saja kecil, tapi semangat yang ditunjukkan oleh anak-anak ini membuat Kak Cut terus semangat untuk melebarkan rangkulan bank sampah ini demi Aceh Barat Daya yang bersih dari sampah. Bahkan, kini cabang daripada Bank Sampah Sari Sigupai Bersih ini telah dibuat di Desa Gudang, Kecamatan Blangpidie yang dibantu kelola oleh rekan kerjanya.
            Sampah yang diterima di Bank Sampah Sari Sigupai Bersih adalah sampah yang telah dipilah dan bersih, terutama sampah berupa botol air minum kemasan. Perkilonya dihargai Rp3.000. Tabungan hanya boleh diambil oleh nasabah jika sudah mencapai angka Rp50.000. Harapannya adalah dengan menabung di bank sampah, anak-anak belajar untuk menjaga kebersihan lingkungan sekaligus bisa menambah uang jajan untuk kebutuhan sekolah.
Bagi Kak Cut, tidak ada yang mustahil untuk dilakukan. Di setiap kendala yang terjadi, pasti ada cara untuk menyelesaikannya. Banyak yang mengeluh malu untuk membawa sampah, menenteng sampah yang identik dengan istilah ‘kotor’. Makanya, Kak Cut pun berinisiasi untuk menjemput langsung sampah-sampah yang telah dikepul oleh warga dengan sepeda motor pribadinya. “Kalau anak-anak mengantar langsung ke sini. Mereka kumpulkan botol-botol minuman yang ditemukan di sekitaran rumah, di jalan, di sekolah. Yang dikumpulkan sama orang tuanya juga. Mereka bawa ke sini. Kadang ditemani sama orang tuanya,” jelas perempuan berkulit putih ini lebih lanjut.

Foto 2. Nurul dengan buku tabungan bank sampahnya.

Hasil dari bank sampah ini, memang bagi pribadinya tidak mendatangkan laba. Sejak awal pun niatnya mendirikan bank sampah tidak berorientasi pada memperkaya diri. Justru perubahan dari pola pikir masyarakat itu yang paling ia prioritaskan. Sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Pandangan masyarakat untuk peduli sampah bisa mendatangkan banyak rezeki dan lingkungan hidup pun semakin bersih dan asri. Ucapan dan tanggapan positif tentang apa yang ia gerakkan ini menjadi bara penyemangatnya untuk terus meningkatkan kualitas kerja bank sampah. Kak Cut merasa senang ketika ada yang bilang, “Wah, sampah botolnya sudah berkurang, jarang terlihat berserakan di sini. Gampong jadinya kelihatan lebih bersih.” Kakimat-kalimat sederhana itulah yang menyemangati Kak Cut untuk terus bergerak. Tanggapan miring tidak ia ambil pusing. Inilah susah senang yang harus ia rasakan untuk bisa membuat perubahan di Aceh Barat Daya.
Bank Sampah Sari Sigupai Bersih ini ia rintis sendiri secara mandiri. Kini, beberapa orang telah terlibat dan calon kader baru untuk keberlanjutan bank sampah di tiap desa mulai bermunculan. “Pelan-pelan kita jalannya. Kadang mereka tertarik, kadang cepat juga mundurnya. Alhamdulilah, sudah ada seorang ibu yang mau menjadi kader di desa sebelah, Desa Gudang. Kita coba terus untuk bisa memfasilitasinya.”

Foto 3. Kak Cut (tengah) bersama rekan kerjanya saat melakukan penimbangan sampah.

Sembari terus menggerakkan bank sampah ini, sedikit demi sedikit Kak Cut mensosialisasikan tentang perilaku hidup bersih, pemanfaatan bank sampah dan lingkungan kepada masyarakat. Lewat pesan-pesan singkat di media sosial, mulut ke mulut, selalu ia usahakan untuk mengajak orang untuk peduli lingkungan. Ia berharap dengan bank sampah ini, nantinya orang-orang akan mengikuti dan bahkan pemerintah bisa ikut mendukung hadirnya bank-bank sampah lainnya sebagai satu solusi pintar dari permasalahan sampah yang ada di Aceh Barat Daya.

*Tulisan ini dibuat selama coaching penulis dalam kegiatan Pelatihan Perempuan Peduli Leuser oleh USAID Lestari.


Komentar

Postingan Populer