Mengapa Saya Perempuan Peduli Lingkungan

Para Perempuan Peduli Leuser

Alam bisa marah. Entah itu karena Tuhan jadikan sebagai cobaan atau balasan atas perbuatan. Yang pasti, keserakahan manusia kerap memicu kemarahan alam. Sudah lama kakek saya menderita gangguan jiwa. Oleh banyak orang menyebutkan bahwa mula kakek sakit adalah karena bencana longsor besar yang terjadi di gunung Meukek, Aceh Selatan, 40 tahun lalu. Entah alasan ini akurat atau tidak, hal yang pasti adalah hingga saat ini kakek masih sakit dan terus berteriak tidak jelas tentang apa yang terjadi di gunung sana.
Mandum dikoeh! Habeh dipeubaplung ban mandum!
Habeh asoe bumoe, pancuri paleh!
Semua ditebang! Habis dibawa pergi semuanya!
Habis isi bumi, dasar pencuri sialan!

Saya tidak tahu, siapa pencuri sialan yang dimaksud oleh kakek. Namun, saya yakin manusialah yang punya daya berlaku demikian pada alam. Dari kakek saya belajar, bahwa rusaknya hutan tidak hanya memukul alam itu sendiri, tapi juga manusia. Manusia harus belajar bahwa alam adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga. Alam ada untuk mendukung kehidupan manusia. Buruknya, karena manusia serakah, mereka tidak bisa bekerja sama dengan alam untuk bisa saling menjaga, saling menguatkan. Manusia terlalu rakus hingga alam dijarah sebisa-bisanya.
Meskipun begitu, saya yakin ada banyak jenis manusia di dunia ini. Satu di antaranya adalah mereka yang mau belajar dari kesalahan. Sadar bahwa ia wajib berubah untuk kelestarian alam demi masa depan. Nampaknya lemah memang, tapi mereka tidak bisa dianggap tak berdaya. Ya, mereka yang saya maksud adalah perempuan. Sebagai perempuan, saya punya kepercayaan diri yang tinggi untuk mengatakan bahwa kepekaan perempuan terhadap lingkungan adalah besar dan nyata. Kenapa? Karena lazimnya perempuan menyukai keindahan dan keasrian. Potret keindahan alam merupakan salah satu pemandangan yang disukai oleh perempuan. Ironisnya, keadaan lingkungan sekarang tidak sebugar dulu. Banyak hutan yang hijau lebat kini mulai kuning kering warnanya. Sungai yang dulu mengalir deras kini bahkan nyaris hilang alirannya. Air yang dulunya jernih sejernih kaca kini telah keruh warnanya.
Kisah pendek kakek dan potret lingkungan saat ini memotivasi diri saya untuk mencurahkan kepedulian terhadap lingkungan. Bagi saya, sesuatu yang hijau adalah sesuatu yang sejuk dipandang mata. Bisa berpartisipasi dalam menghijaukan lingkungan, merawat dan menjaganya adalah satu impian bagi saya yang harus dilakukan semasa hidup. Walau saya hadir sebagai seorang perempuan, bukan masalah. Toh, yang membuat sebuah impian itu menjadi kenyataan tidak dilihat dari siapa dan apa jenis kelamin seseorang. Di tambah lagi, saya tidak ingin anak dan keturunan saya harus hidup di lingkungan yang dipenuhi polusi di mana-mana. Tidak ada keindahan di dalamnya.
Kini, dengan kemudahan di banyak bidang, salah satunya teknologi media sosial, membuat siapa saja, termasuk perempuan, bisa bergerak untuk terus menyuarakan keselamatan lingkungan. Langkah kecil yang saya yakini bisa membuahkan hasil luar biasa adalah mencoba apa yang ada. Saat semuanya mengalir dan sesuai harapan, maka hal-hal baik lain pun akan ikut mendukung, tergerak untuk memberi lebih pada lingkungan. Saya yakin ada banyak perempuan yang mencita-citakan sebuah lingkungan indah yang mendukung kehidupan manusia. Sebuah lingkungan di mana hijau adalah warna dominannya, udara bersih terus tersedia, air dan tanah terus terjaga, serta flora dan fauna yang beraneka ragam hidup di dalamnya dan menciptakan keseimbangan alam yang harmonis dengan manusia.

Komentar

Postingan Populer